Dampak Merkuri pada Pertambangan Emas Skala Kecil dan Solusi pencegahannya
Merkuri atau Raksa atau Hydrargium merupakan salah satu
unsur kimia dengan symbol Hg. Unsur golongan logam transisi ini berwarna keperakan dan merupakan satu dari lima
unsur lainnya yaitu bersama cesium, fransium, galium, dan brom, yang
berbentuk cair dalam suhu kamar,
serta mudah menguap. (Wikipedia, 2019, https://id.wikipedia.org/wiki/Raksa, 20 Februari 2019). Merkuri
merupakan bahan berbahaya dan beracun yang tahan urai dan dapat terakumulasi
dalam makhluk hidup, sehingga diperlukan pengaturan penggunaannya agar tidak
memberikan dampak negatif bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Merkuri
banyak digunakan dalam usaha dan/atau kegiatan pertambangan emas skala kecil,
manufaktur, energi, dan kesehatan, yang berpotensi memberikan dampak serius
terhadap kesehatan dan lingkungan hidup sehingga perlu adanya langkah-langkah
pengurangan dan penghapusan merkuri.
Kabupaten Mandailing Natal (Madina) Provinsi Sumatera Utara
merupakan salah satu daerah di Indonesia yang saat ini sedang marak berlangsung
kegiatan Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK), dan kegiatan pertambangan emas
skala kecil tersebut pada umumnya menggunakan Merkuri. Merkuri pada kegiatan
pertambangan emas skala kecil digunakan untuk membentuk amalgam. Contohnya
dalam pertambangan emas, logam merkuri digunakan untuk mengikat dan memurnikan
emas. Proses amalgamisasi akan menghasilkan dampak positif berupa emas yang
dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia, tetapi juga menimbulkan
dampak negatif berupa pencemaran lingkungan oleh uap Hg. Sebanyak 10%-30% Hg
yang digunakan dalam kegiatan tersebut akan terlepas/hilang ke lingkungan
(Alpers et al, 2006). Berdasarkan data dari Direktorat Kriminal Khusus
Kepolisian Daerah Sumatera Utara jumlah penambang emas skala kecil yang ilegal di
kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara yaitu sekitar 500 penambang.
Dengan lokasi yaitu Perbukitan Aek Sarahan, Panapahan, Km 3 dan Km 4 Desa Hutabargot Nauli Kec. Hutabargot,
Perbukitan Desa Humbang I Kec. Naga Juang, Desa Huta Pungkut Julu dan Aek
Karlan Desa Muara Pungkut Kec. Kotanopan, Dusun Tambang Ubi Desa Aek Botung,
Desa Banjar Panjang Tuo, Desa Simpang Mandepo dan Desa Koto Tangah Kec.
Muarasipongi, Aliran Sungai Batang Gadis di Kec. Kotanopan, Aliran Sungai
Batang Natal Desa Pulo Padang, Kel. Tapus, Kel. Simp gambir, Kampung Baru,
Lobung, Bandar Limabung, Sipirok Kec. Lingga Bayu, aliran sungai batang natal,
desa Hadangkahan, Ampungsiala, jambur baru dan Rantobi kec. Batang Natal Kab.
Mandailing Natal.
Permasalahan yang muncul sebagai akibat penggunaan merkuri
pada kegiatan pertambangan emas skala kecil antara lain yaitu permasalahan di
bidang kesehatan. Merkuri memiliki tiga jenis bentuk yang sama-sama berbahaya
untuk kesehatan yaitu merkuri elemental (Hg), merkuri inorganik, dan merkuri
organic. Pertama, pada Merkuri elemental (Hg), uap merkuri yang terhirup
paling sering menyebabkan keracunan. Merkuri yang masuk ke dalam tubuh melalui
pembuluh darah dapat menyebabkan emboli paru (penyumbatan pembuluh darah paru
oleh plak yang terlepas bebas). Karena bersifat larut dalam lemak, merkuri
elemental ini mudah masuk melalui sawar darah otak dan plasenta. Di otak,
merkuri akan berakumulasi di korteks cerebrum (otak besar) dan cerebellum (otak
kecil) sehingga mengganggu fungsi enzim dan transport sel. Kedua, yaitu Merkuri
inorganic. Merkuri ini sering diserap melalui saluran pencernaan, paru, dan
kulit. Pemaparan merkuri inorganik jangka pendek dengan kadar yang tinggi dapat
menyebabkan gagal ginjal. Sedangkan pemaparan jangka panjang dengan dosis yang
rendah dapat menyebabkan proteinuria, sindroma nefrotik, dan nefropati yang
berhubungan dengan gangguan sistem kekebalan tubuh. Ketiga, yaitu Merkuri
organic, pada bentuk rantai pendek alkil, metil merkuri dapat menimbulkan
degenerasi neuron di otak dan mengakibatkan baal di ujung tangan atau kaki,
ataksia (pergerakan yang tidak teratur), nyeri sendi, tuli, dan penyempitan
jarak pandang. Metil merkuri dapat dengan mudah masuk melalui plasenta dan
berakumulasi dalam janin yang mengakibatkan kematian bayi dalam kandungan dan
cerebral palsy (gangguan gerakan, otot, atau postur yang disebabkan oleh cedera
atau perkembangan abnormal di otak, paling sering terjadi sebelum kelahiran).
(Yuliawati Iswandiari, 2017,
https://hellosehat.com/hidup-sehat/tips-sehat/bahaya-merkuri-kesehatan/, 20
Desember 2019).
Permasalahan kesehatan, khususnya bayi lahir cacat, yang terjadi
di kabupaten Mandailing Natal provinsi Sumatera Utara, patut diduga sebagai
akibat maraknya penggunaan merkuri pada kegiatan pertambangan emas skala kecil,
meskipun saat ini masih tahap penelitian oleh pihak dinas kesehatan provinsi
Sumatera Utara, apakah maraknya merkuri di pertambangan emas skala kecil
tersebut berkorelasi terhadap dampak bayi lahir cacat di Kabupaten Mandailing
Natal. Berdasarkan data dari dinas
kesehatan Provinsi Sumatera Utara, selama tahun 2013 s/d 2019 telah ditemukan sebanyak
7 (tujuh) bayi lahir cacat di Kabupaten Mandailing Natal. Kejadian yang sempat menjadi perhatian publik yaitu
lahirnya seorang bayi cacat dengan kondisi mata satu dan tanpa hidung. Bayi
tersebut lahir pada tanggal 11 Mei 2017, dengan berat badan 2.700 gram,
memiliki Panjang badan 49 cm, dan berjenis kelamin laki-laki. Bayi tersebut
meninggal 1 jam setelah lahir. Alamat tempat tinggal orang tua bayi tersebut berada
di desa Simalagi – Hutabargot, yang merupakan salah satu daerah marak kegiatan
pertambangan emas skala kecil. Adapun kondisi bayi cacat lainnya yaitu keadaan
dimana sebagian besar tulang tengkorak dan otak bayi tidak terbentuk
(Anencephaly), cacat lahir di mana
usus atau organ-organ perut lain keluar dari pusar (Omphalocele), cacat lahir
pada dinding perut dan kondisi usus bayi tergantung keluar tubuh tanpa lapisan
pelindung melalui lubang di dekat pusar (Gastroschisis).
Upaya penegakkan hukum
terhadap kejahatan penggunaan merkuri secara ilegal pada kegiatan pertambangan emas skala kecil
saat ini terus dilakukan. Namun dalam pelaksanaannya masih ditemukan beberapa
hambatan. Adapun hambatannya Pertama yaitu belum adanya regulasi yang
secara khusus membahas tentang kejahatan merkuri. Adapun ketentuan yang
mengatur perihal merkuri, berawal dari penandatanganan bersama dari 147
pemerintahan /negara termasuk Indonesia pada Minamata Convention on Mercury
(Konvensi Minamata mengenai Merkuri), tanggal 10 Oktober 2013 di Kumamoto, Jepang.
Hal ini sebagai bentuk peran pemerintah Indonesia yang turut serta melindungi kesehatan
manusia dan keselamatan lingkungan hidup dari emisi dan pelepasan merkuri serta
senyawa merkuri yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Kemudian pemerintah
Indonesia mengesahkan Minamata Convention on Mercury (Konvensi Minamata
mengenai Merkuri) yang salinan naskah aslinya dalam bahasa Arab, bahasa Cina,
bahasa Inggris, bahasa Perancis, bahasa Rusia, dan bahasa Spanyol, dan
terjemahannya dalam bahasa Indonesia, dalam suatu peraturan perundang-undangan
yaitu undang – undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 2017 tentang pengesahan
Minamata Convention on Mercury (Konvensi Minamata mengenai Merkuri). Kemudian
dalam pelaksanaannya diatur dalam peraturan presiden nomor 21 tahun 2019
tentang rencana aksi nasional pengurangan dan penghapusan merkuri. Dari beberapa
peraturan perundangan-undangan tersebut tidak ada yang mengatur secara khusus
tentang kejahatan merkuri, sehingga apabila ditemukan adanya permasalahan
terkait kejahatan merkuri maka penyidik POLRI ataupun PPNS selalu mengaitkan
dengan peraturan perundang-undangan lainnya, misalnya undang-undang nomor 4
tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara, undang-undang nomor 32
tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, undang-undang
nomor 7 tahun 2014 tentang perdagangan, dan sebagainya. Kedua yaitu
banyaknya jalur distribusi merkuri. Indonesia yang merupakan negara kepulauan
dan memiliki kondisi geografis yang strategis memudahkan kegiatan jalur
pendistribusian merkuri, baik antar pulau di Indonesia ataupun keluar negri. Meskipun
kondisi Geografis yang sulit, namun kegiatan penindakan terhadap pelaku
kejahatan penggunaan merkuri terus dilakukan oleh POLRI. Berdasarkan data dari
Kementrian koordinator bidang kemaritiman dan investasi bidang deputi bidang
koordinasi infrastruktur, diketahui selama tahun 2017 berhasil dilakukan sebanyak
110 penindakan, berhasil disita barang bukti
34,88 ton Hg (Merkuri) dan 25,63 ton Sinabar, dan berhasil diamankan 123
orang di 23 Polda se-Indonesia selama
tahun 2017. Adapun modus kejahatan yang dilakukan para pelaku yaitu menjual bahan
merkuri, memanfaatkan merkuri pada kegiatan pertambangan emas skala kecil, dan
sebaginya. Ketiga, yaitu minimnya upaya pencegahan terhadap bahaya
merkuri. Adapun kegiatan pencegahan yang dimaksud yaitu minimnya sosialisasi oleh
Lembaga atau instansi yang berwenang atau pihak NGO (Non Goverment
Organization) terhadap Masyarakat mengenai bahaya dari Merkuri. Bahkan dalam
pelaksanaannya ditemukan juga kelompok masyarakat yang tidak menghiraukan dampak
dari penggunaan merkuri meskipun kegiatan sosialisasi sudah dilakukan. Kemudian
pentingnya upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, permasalahan utama
munculnya pertambangan emas skala kecil disebabkan oleh faktor ekonomi, kondisi
ekonomi masyarakat yang sulit menuntut masyarakat melakukan kegiatan
pertambangan ini meskipun resiko kegiatan yang diperoleh sangat besar.
Banyaknya
permasalahan yang muncul sebagai dampak dari penggunaan merkuri, maka perlu
adanya solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Penulis berpendapat Pertama
penguatan komitmen, koordinasi dan kerjasama antar kementrian /Lembaga
pemerintah non kementrian terkait. Kegiatan yang dilakukan berupa penyusunan
dan penguatan regulasi dan kebijakan. Kedua, penguatan koordinasi dan
kerjasama antar pemerintah pusat dan daerah, kegiatan yang dilakukan berupa
penguatan kelembagaan pusat dan daerah, pengembangan peningkatan pemahaman
aparatur pemerintah daerah terkait pertambangan rakyat berijin. Ketiga,
peningkatan kapasitas kepemimpinan, kelembagaan dan sumber daya manusia dalam
penghapusan merkuri, kegiatan yang dilakukan yaitu peningkatan kapasitas
sarana, prasarana dan sumber daya manusia (SDM), laboratorium untuk mendukung
pelaksanaan penelitian dan pemantauan. Keempat, Pembentukan system
informasi, kegiatan yang dilakukan berupa pengembangan basis data dan
informasi. Kelima, Penguatan keterlibatan masyarakat melalui komunikasi,
informasi dan edukasi, kegiatan yang dilakukan berupa kampanye dan sosialisasi STOP
penggunaan merkuri. Keenam, Penerapan teknologi alternative pengolahan
emas bebas merkuri, adapun kegiatan yang dilakukan berupa pengembangan riset
dan teknologi, pemulihan lahan terkontaminasi merkuri dan rehabilitasi lahan,
pembangunan fisik fasilitas pengolahan emas tanpa merkuri terpadu dan
penyediaan fasilitas penyimpanan merkuri. Ketujuh, Pengalihan mata
pencaharian masyarakat lokal/ tempatan. Adapun kegiatan yang dilakukan yaitu melakukan
pemetaan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat penambang, pemberdayaan ekonomi
dan social masyarakat di luar wilayah penambangan rakyat (WPR). Kedelapan,
Penguatan penegakkan hukum, kegiatan yang dilakukan berupa peningkatan
pengawasan impor dan ekspor komoditi merkuri, melakukan pengawasan dan
penertiban terhadap aktifitas pertambangan merkuri primer tanpa ijin,
pengawasan peredaran merkuri dalam negeri. Kemudian melakukan penindakan,
berupa penertiban pertambangan emas skala kecil (PESK) ilegal yang menggunakan
merkuri dan penertiban tata niaga merkuri ilegal.
Dengan
adanya kegiatan yang merupakan solusi dalam mengatasi banyaknya permasalahan
sebagai dampak penggunaan merkuri, semoga penggunaan Merkuri pada pertambangan
emas skala kecil (PESK) tidak terjadi lagi.
luar biasa, terima kasih...
BalasHapus